Lingkar Studi Islam Psikologi Unnes


Merupakan lembaga Kerohanian Islam yang mengkaji permasalahan psikologi dari perspektif islam di Jurusan Psikologi, Fakultan Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang yang Sehat, Unggul, dan sejahtera.

Gedung A1 Lantai 2 Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran, Kec. Gunungpati Semarang

email : lsipsikologi.unnes@gmail.com
No. HP : 085865091326
News Update :
slider otomatis

Islamisasi Ilmu Psikologi: Antara Memilah dan Memilih

Penulis : LSI Crew on Selasa, 22 April 2014 | Selasa, April 22, 2014

Selasa, 22 April 2014


Oleh: Rizka Fitri Nugraheni

SEPERTI diketahui, ilmu pengetahuan kontemporer saat ini didominasi oleh Barat. Kata “Barat” yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah pemikiran, bukan bangsa. Ciri-ciri pemikiran Barat salah satunya adalah mengabaikan aspek metafisik (ghaib), seperti wahyu, Tuhan, atau malaikat. Dominasi pemikiran tersebut dapat terlihat dari banyaknya buku-buku dari Barat yang digunakan sebagai acuan dalam perkuliahan. Bagaimanapun juga pemikiran Barat memiliki sisi positif yang bermanfaat bagi ummat manusia. Contoh yang dapat ditemukan di bidang psikologi adalah metode pengukuran dalam psikometri, konsep empati, konsep pola asuh dalam mendidik anak, konsep kognisi seperti memori, berbagai teori motivasi, dan masih banyak lainnya. Semua itu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagi Muslim.
Majunya psikologi kontemporer yang kebanyakan membahas tingkah laku memang memberi sumbangan bagi Muslim, namun ada satu hal yang tidak tercakup di dalamnya, yaitu konsep jiwa. Psikologi Barat cenderung hanya membahas tingkah laku baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat secara langsung (seperti aktivitas mental). Tidak  bermaksud menafikkan aspek tingkah laku karena itu penting dalam kehidupan manusia (Amber Haque), yang disayangkan adalah tidak adanya aspek jiwa dalam pembahasan Psikologi Kontemporer, sementara dalam Islam jiwa mempengaruhi tingkah laku manusia.
Kita semua sebagai Muslim patut bersyukur karena Islam memiliki konsep jiwa pada manusia, jiwa yang tentu dapat mempengaruhi tingkah laku.
Imam Al-Ghazali dalam buku “Keajaiban Hati” menyatakan bahwa jiwa manusia memiliki empat komponen, yaitu ruh, qalb, nafs, dan ‘aql. Semua itu disebutkan dalam Al-Qur’an dan masing-masing memiliki fungsi tersendiri namun saling berhubungan. Salah satu contoh adalah qalb yang dapat berfungsi sebagai “raja” bagi “kerajaan” jiwa manusia, mampu menangkap pengetahuan tentang Allah, hal-hal spiritual, termasuk baik-buruknya sesuatu. ‘Aql dapat berfungsi sebagai “penasihat” dan menundukkan hawa nafsu. Keduanya berperan dalam konsep ‘iradah (kehendak), yang prosesnya sebagai berikut: seseorang dengan akalnya dapat menangkap dan melihat akibat dari suatu masalah lalu mengetahui jalan terbaiknya. Muncul kemauan, lalu bertindak ke arah kebaikan
Konsep ‘iradah tersebut jika diperhatikan mirip dengan konsep motivasi yang juga masih dibahas dalam psikologi kontemporer. Terdapat kebaikan sebagai tujuan, tindakan sebagai aktivitas, kemauan sebagai dorongan dan semua itu merupakan proses. Seperti yang disampaikan oleh Schunk et al. (2010), yang menyatakan bahwa motivasi adalah proses di mana aktivitas yang mengarah pada tujuan, memiliki dorongan dan bertahan lama. Dari contoh hubungan konsep-konsep tersebut, dapat diketahui bahwa Psikologi dalam Islam sudah ada dari dulu dan psikologi kontemporer dapat disandingkan dengan Islam. Tentu juga bermanfaat bagi Muslim, ketika ilmuwan Muslim dapat memilah, memilih, dan menggunakan ilmu kontemporer secara bijak.
Benar-benar indah jika ilmuwan Muslim dapat memilah dan memilih dengan bijak, namun apa yang terjadi sekarang? Ilmuwan Muslim menjiplak pemikiran dan produk psikologi Barat, dengan menggunakan paradigma Barat dalam memandang berbagai fenomena. Tidak heran jika banyak yang berpendapat bahwa agama, keyakinan, atau hal-hal ghaib yang berlaku dalam Islam tidak berlaku dalam aktivitas keilmuan psikologi. Tidak heran juga ketika banyak ilmuwan psikologi yang tidak menggunakan Islam sebagai worldview dalam meneliti, konseling, ketika belajar, dan menyikapi berbagai teori. Tidak melibatkan Allah dalam motivasi, berorientasi pada kemauan klien ketika konseling, menerima begitu saja kesimpulan penelitian yang bertentangan dengan Islam. Ada sebagian dari ilmuwan Muslim yang tersesat, menjadi agnostik atau ateis. Itu yang menjadi masalah bagi kita sebagai Muslim. Hal itu menunjukkan sebagian ilmu pengetahuan yang beredar sekarang ini menjauhkan manusia dari Allah, padahal dalam pandangan Islam ilmu justru membuat manusia mendekatkan diri pada Allah.
Fenomena itu cukup memprihatinkan dan perlu menjadi perhatian bagi Muslim, sehingga perlu ada upaya Islamisasi ilmu. Gagasan Islamisasi ilmu kontemporer salah satunya dicetuskan oleh Prof. Al-Attas. Menurut Prof S.M.N. Al-Attas, Islamisasi merupakan usaha menjadikan pemikiran Muslim terbebas dari hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga banyak di antara Muslim yang memiliki Islamic worldview. Segala hal pun dipandang dari sudut pandang Islam oleh Muslim, bukan sudut pandang yang justru bertentangan dengan Islam. Pemikiran Muslim yang sudah memiliki Islamic worldview akan menghasilkan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah, bukan yang bertentangan dengan Islam.
Perlunya Islamisasi ilmu juga berlaku di bidang psikologi karena tidak semua Psikologi Kontemporer dapat diterima dan diaplikasikan pada Muslim. Prof. Malik Badri (sebagai pelopor Islamisasi ilmu) dalam artikelnya  menekankan perlunya adaptasi terhadap Psikologi Barat, karena tanpa adaptasi Psikologi Barat dapat merugikan atau tidak berguna bagi Muslim. Perlu diingat juga bahwa Psikologi Barat tidak membahas unsur jiwa, yang dalam Islam justru sangat diperhatikan. Kekurangan pada Psikologi Barat tetap disikapi dengan bijak. Adaptasi dilakukan hanya pada psikologi yang bertentangan Islam, sedangkan hasil pemikiran yang tidak bertentangan, sekalipun itu dari Barat dapat dimanfaatkan oleh Muslim. Prof. Malik Badri menggunakan terapi dengan cara Islami dan berhasil membantu banyak kliennya sembuh. Beliau dalam buku “Dilema Psikolog Muslim”, menceritakan pengalaman membantu menyembuhkan klien dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy yang dipadukan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa ilmuwan Muslim dapat menggunakan tes inteligensi, teknik pembuatan alat ukur psikologis, metode penelitian eksperimental, konseling dengan empati, dan hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan Islam.  Semua itu dapat digunakan tentu dengan sikap yang bijak.
Ilmuwan psikologi yang memiliki pemikiran Islami meyakini Allah sebagai Rabb, Islam sebagai ad-Din, dan manusia juga sebagai makhluk spiritual yang memiliki jiwa. Dia dalam tiap aktivitas keilmuan psikologi akan ingat bahwa yang diperhatikan bukan sebatas tingkah laku yang terlihat atau terukur. Ada unsur lain di luar itu turut mempengaruhi tingkah laku, yaitu jiwa. Pemikiran seperti itu akan berdampak baik bagi Islamisasi Psikologi. Psikolog Muslim akan menjaga kondisi jiwanya agar selalu bersih dari penyakit hati, sehingga dapat membantu para klien sembuh dari gangguan dengan terapi yang melibatkan aspek jiwa dan mangadopsi metode dari Barat yang tidak bertentangan dengan Islam. Peneliti Muslim akan kritis dalam menyikapi kesimpulan penelitian yang dibaca. Ketika bertentangan dengan Islam, akan dilakukan adaptasi, salah satunya dengan cara menggunakan Islamic worldview dalam menginterpretasikan hasil penelitian. Akan ada usaha memilah mana yang baik dan buruk untuk Muslim, kemudian memilih yang baik, demi keselamatan ummat Islam.
Keselamatan ummat Islam dari hal-hal yang merugikan menjadi fokus dalam Islamisasi ilmu. Tidak bermasuk ekslusif, karena Islam merupakan rahmatalil ‘alamin, namun tidak memaksakan orang-orang selain penganut Islam untuk mengikuti ajarannya. Itu juga berlaku pada psikologi yang perlu diadaptasi, agar pada akhirnya ilmu psikologi yang beredar pantas untuk Muslim.
Adaptasi sebagian ilmu psikologi, sebagai salah satu cara Islamisasi ilmu, dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara dapat berbeda, asal esensinya sama. Penggunaan label “Psikologi Islam” atau “Psikologi Islami” semestinya tidak perlu dijadikan masalah, apalagi diperdebatkan. Islam saja memiliki madzab-madzab yang penganutnya tersebar di seluruh dunia, namun semuanya tetap Islam. Sekarang bukan saatnya mempermasalahkan perbedaan cara, namun mempermasalahkan ilmu psikologi yang harus diadaptasi. Masih ada tugas yang lebih penting dan harus dikerjakan oleh ilmuwan Muslim di bidang psikologi: mencerdaskan pelajar Muslim yang belum paham mengenai permasalahan ilmu, agar banyak yg dapat memilah dan memilih, sehingga tercipta produk-produk  psikologi yang dapat dimanfaatkan oleh ummat Islam.
Itu memang tugas yang berat untuk Islamisasi Psikologi. Dibutuhkan  waktu yang panjang dan usaha yang keras. Islamisasi ilmu Psikologi tidak akan lengkap tanpa kesucian hati dan keyakinan terhadap Islam itu sendiri. Semoga kita termasuk orang-orang yang terlibat dalam Islamisasi ilmu Psikologi baik secara langsung maupun tidak langsung, sampai akhirnya Psikologi yang kita terima merupakan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah. Dengan begitu, ummat Islam dapat memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu’alam.*
Penulis Penggiat Komunitas Penggenggam Hujan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (1991). Islam dan Sekularisme. Bandung: Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan.
Badri, Malik. Dilema Psikolog Muslim.
Badri, Malik. The Islamization of Psychology Its “why”, its “what”, its “how” and its “who”. Artikel dapat diunduh di http://i-epistemology.net/psychology/60-the-islamization-of-psychology-i….
Imam Al-Ghozali. Keajaiban Hati. Penerbit Khatulistiwa.
Schunk, D. H., Pintrich, P. R., Meece, J. L. (2010). Motivation in Education: Theory, Research, and Applications. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
 
sumber : https://saripedia.wordpress.com/tag/psikologi-islam/
komentar | | Read More...

Coming Soon Kelas Inklusi

Penulis : LSI Crew on Minggu, 20 April 2014 | Minggu, April 20, 2014

Minggu, 20 April 2014

Kelas inklusi merupakan kelas intensif yang diadakan LSI Psikologi Unnes dua minggu sekali guna memfasilitasi mahasiswa yang ingin mengkaji Psikologi Islam/i di Universitas Negeri Semarang. Program ini merupakan program unggulan LSI Psikologi Unnes yang  diselenggarakan oleh Departemen Kurikulum Organisasi yang di deklarasikan 23 Maret 2013 itu.
Harapanya memang Psikologi Islam khususnya di unnes dapat berkembang dan menjadi komuditi utama Psikologi.
komentar | | Read More...

Departemen PSDM LSI Psikologi Unnes Adakan Upgrading Pengurus

Penulis : LSI Crew on Rabu, 16 April 2014 | Rabu, April 16, 2014

Rabu, 16 April 2014


Semarang, LSI - Guna mengupgrade kembali semangat serta mempererat ukhuwah antar pengurus Departemen PSDM LSI Psikologi Unnes mengadakan upgrading pengurus, Sabtu (12/4) di lapangan Rektorat Universitas Negeri Semarang. Upgrading kali ini dihadiri sekitar 80% pengurus dan berlangsung dari pagi hari pukul setengah tujuh dan berakhir sebelum dhuhur.

Yoga Ekatama selaku penanggung jawab upgrading menuturkan, bahwa semoga bukan hanya lelah ataupun letih yang bisa di ambil dari acara ini melainkan juga hikmah serta ukhuwah yang semakin erat di antara pengurus untuk tantangan kedepanya yang lebih baik.

Acara dimulai dengan pembukaan kemudian tak lupa tilawatil Qur'an, dilanjutkan dengan lari-lari kecil keliling lapangan dua kali kemudian senam, serta materi, game, do'a dan penutup.

Imam Bukhori selaku pemateri pagi hari itu membawakan tema yang di usulkan panitia yaitu "Menjadi Cerdas dengan Jalan Rosulullah," berusaha mengingatkan tentang bagaimana Rosul berjuang dan berusaha menegakan AgamaAllah dibumi Mekah dan akhirnya dapat kita rasakan nikmatnya hingga sekarang. Dan sekarang giliran Psikologi unnes yang menjadi objek LSI untuk berkontribusi menegakkan kalimat tauhid di Psikologi Unnes khususnya.







komentar | | Read More...

Patologi Kanker Epistemologis

Oleh
Syamsuddin Arif, Ph.D *)

Dalam dunia kedokteran, kanker dikenal sebagai penyakit ganas yang mematikan. Jika dibiarkan atau lambat ditangani, sel kanker bisa tumbuh tak terkendali, menyebar dan merusak jaringan-jaringan anggota tubuh, mengakibatkan berbagai komplikasi, disfungsi, gangguan dan kegagalan. Cukup mengerikan. Namun ada yang lebih dahsyat dari itu, yang disebut “kanker epistemologis”. Kanker jenis ini memang tidak berbentuk tumor, dan karenanya tidak dapat ditangkap oleh sinar-x. Akan tetapi bahayanya tidak kalah mengerikan. Jika tidak lekas ditangani, kanker epistemologis bisa melumpuhkan kemampuan menilai (critical power) serta mengakibatkan kegagalan akal (intellectual failure). Pada gilirannya penyakit ini akan menggerogoti keyakinan dan keimanan, dan akhirnya menyebabkan kekufuran.

Pengidap kanker epistemologis biasanya memperlihatkan gejala-gejala sebagai berikut. Pertama, bersikap skeptis terhadap segala hal, dari soal sepele hingga ke masalah-masalah prinsipil dalam agama. Ia senantiasa meragukan kebenaran dan membenarkan keraguan. Baginya, semua pendapat tentang semua perkara (termasuk yang qath’i dan bayyin dalam agama) harus selalu terbuka untuk diperdebatkan. Pada tahap yang paling ekstrim, mereka yang terjangkit skeptisisme akut akan meragukan tidak hanya kebenaran posisinya sendiri dengan berkata “I don’t know” (nescio), bahkan juga mengklaim bahwa kebenaran hanya bisa dicari atau didekati, tetapi mustahil ditemukan (nesciam). Dalam literatur filsafat Yunani kuno, sikap mental semacam ini dinamakan arrepsia (bimbang, sangsi) dan aoristia (bingung, tidak bisa memutuskan).

Gejala kedua adalah berfaham relativistik. Pengidap relativisme epistemologis menganggap semua orang dan golongan sama-sama benar, semua pendapat (agama, aliran, sekte, kelompok, dsb) sama benarnya, tergantung dari sudut pandang masing-masing. Menurut faham ini, kebenaran berada dan tersebar dimana-mana, namun semuanya bersifat relatif.

Anda, saya, maupun dia, masing-masing sama-sama benar, tidak boleh menyalahkan satu sama lain, dan tidak berhak mengklaim diri sebagai yang atau paling benar. Jika seorang skeptis menolak semua klaim kebenaran, maka seorang relativis menerima dan mengaggap semuanya benar (panaletheisme).

Dalam hal ini, relativisme epistemologis adalah identik –kalau bukan sinonim– dengan pluralisme. Jika diteliti dengan seksama, paham seperti ini sebenarnya bangkrut. Dari mana ia dapat menyimpulkan bahwa semua pendapat adalah benar? Padahal, konsep ‘benar’ itu ada justru karena adanya konsep ‘salah’ .

Bahwa sindrom ini telah menjangkiti sebagian kalangan cendekiawan dan tokoh agama telah terbukti, misalnya, dalam ungkapan seorang kolumnis di harian nasional belum lama ini. Mengomentari kasus Amina Wadud, ia menulis: “Di dunia ini, kita tidak pernah tahu Kebenaran Absolut. Yang kita tahu hanyalah kebenaran dengan ”k” kecil. Dengan kata lain, apa yang kita yakini sebagai kebenaran mungkin saja salah. Kita mencari kebenaran sepanjang hidup. Apa yang kita percaya sebagai kebenaran adalah sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar dari orang tua, dari sekolah, dari buku, dari lingkungan, dari guru, dari pengalaman hidup, sampai sekarang. Saya tidak bisa mengatakan, apa yang saya anggap benar, pasti benar. Selalu harus terbuka kemungkinan untuk mengoreksi, meninjau ulang,” begitu kutipnya.

Selain lugu (karena membantah ucapannya sendiri alias self-refuting), kolumnis ini hanya menunjukkan kejahilan (ignorance)-nya, karena tidak bisa membedakan antara pengetahuan yang kebenarannya bersifat putatif (seperti teori-teori sains) dan yang pengetahuan yang sudah final dan tsabit dalam agama.

Gejala lain yang ditunjukkan oleh pengidap kanker epistemologis adalah kekacauan akal (intellectual confusion). Ia tidak lagi bisa membedakan yang benar dan yang salah, yang haqq dan yang bathil. Ia cenderung menyamakan dan mencampur-adukkan keduanya. Garis demarkasi yang memisahkan kebenaran dan kepalsuan tidak mampu dilihatnya. Yang paling parah jika hal ini menyebabkan si pesakit lantas menganggap kebenaran sebagai kebathilan, dan sebaliknya, meyakini kebathilan sebagai kebenaran. Seperti mereka yang termakan tipu muslihat Dajjal, melihat air sebagai api, dan api disangka air.

Meskipun sangat berbahaya dan dapat berakibat fatal, kanker epistemologis sebenarnya bukan mustahil untuk ditanggulangi. Terapi yang paling efektif adalah dengan menyuntikkan ilmu yang bermanfaat ke dalam diri kita. Ilmu yang mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Ilmu yang menuntun kita kepada kebenaran. Ilmu yang dengannya kita dapat melihat yang benar itu benar, dan yang palsu itu palsu. Ilmu yang memberikan kita kriteria dan neraca untuk mengukur dan menimbang, menilai dan memutuskan, memisah dan membedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Ilmu tersebut adalah ilmu para Nabi, yang perlahan-lahan mulai berkurang, dan kelak sama-sekali hilang saat kiamat menjelang.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, ide dan pemikiran telah menjadi komoditi yang bebas dipasarkan dan dijual di mana-mana. Terserah dan terpulang kepada konsumen mau membeli produk pemikiran jenis apa, karena alasan dan untuk tujuan apa. Namun justru disinilah diperlukan kecerdasan dan ketelitian dalam memilah dan memilih sebelum mengkonsumsi suatu gagasan atau pemikiran. Jangan asal beli. Berhati-hatilah terhadap pelbagai modus penipuan dan penyesatan.
Penulis teringat sebuah ungkapan bijak yang mengatakan bahwa manusia itu ada empat macam. Pertama, mereka yang tahu bahwa dirinya tahu. Yang ini patut dipercaya dan diikuti. Sebagaimana disinyalir dalam al-Qur’an: ula’ika l-ladzina hadallah, fa-bihudahum iqtadih! (al-An’am 90). Kedua, mereka yang tidak tahu bahwa dirinya tahu. Yang seperti ini harus diingatkan dan disadarkan dulu sebelum diikuti. Ketiga, mereka yang tahu bahwa dirinya tak tahu. Yang semacam ini perlu dibimbing dan ditunjukkan. Keempat, mereka yang tak tahu bahwa dirinya tak tahu. Yang model begini tidak perlu dilayani, karena cenderung ngeyel (merasa tahu tetapi tidak tahu merasa). Kepada golongan ini kita disarankan cukup berkata: salamun ‘alaykum la nabtaghi l-jahilin (al-Qashash 55).

*) Penulis adalah peneliti INSISTS. Kini sedang mengambil program doktoralnya yang kedua di Frankfurt, Jerman
komentar | | Read More...

Deklarasi Dan Raker LSI Psikologi Unnes

Penulis : LSI Crew on Senin, 07 April 2014 | Senin, April 07, 2014

Senin, 07 April 2014

          Minggu, 23 Maret 2014 merupakan momen istimewa bagi Lingkar Studi Islam Psikologi Unnes, pasalnya pada tanggal tersebut Lingkar Studi Islam Psikologi Unnes mengadakan Deklarasi serta pelantikan pengurus untuk kali pertamanya dan pada hari itu pula diadakan rapat kerja guna membahas program kerja untuk satu tahun kepengurusan kedepan.
          LSI Psikologi Unnes merupakan kelompok studi yang mengkaji psikologi islami yang bertempatkan di Psikologi Unnes. LSI Psikologi Unnes merupakan bagian dari Imamupsi (Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi) wilayah tiga, yaitu Jogja dan Iawa Tengah.
          Acara ini dihadiri selain dari pengurus LSI sendiri, dihadiri pula tamu undangan yaitu beberapa lembaga kerohanian islam lain di Universitas Negeri Semarang serta kelompok studi pengembangan psikologi islam (kisppi) Universitas Diponegoro.
          "Saat ini adalah dimana Islam mampu menaklukan ilmu psikologi, bukan lagi islam yang mengikuti dan menyesuaikan dengan psikologi tetapi psikologi lah yang menyesuaikan alquran dan assunah" inilah yang dikatakan ketua panitia yang tidak lain adalah Yoga Ekatama mahasiswa psikologi unnes 2011 saat memberikan sambutanya. Itu juga yang akan menjadi harapan LSI Psikologi Unnes kedepanya.
          Silsislia Hikmawati yang sering dipanggil Kak Lia mahasiswi Psikologi 09 selaku pemberi pengantar pada acara siang hari itu menegaskan, bahwasanya kita sebagai orang yang beriman haruslah menerapkanya dimanapuk kita berada, termasuk halnya di psikologi. Peperti pada kutipan pitatonya berikut : "kenapa psikologi harus kita kaji dalam perspektif islam, karena memeng kita sendiri adalah orang muslim."

oleh : Inam
komentar | | Read More...

Emosi Negatif di Sekitar Kita: Marah

Penulis : maama on Minggu, 06 April 2014 | Minggu, April 06, 2014

Minggu, 06 April 2014


Seperti apakah marah?
Di antara semua situasi hati yang ingin dijauhi orang, amarah merupakan jenis ledakan emosi yang sukar di ajak kompromi. Berbeda dengan bentuk emosi negative seperti kesedihan dan depresi yang membuat pelakunya menarik diri. Amarah menimbulkan semangat, terasa “menggairahkan”, memberi dorongan yang kuat bagi pelakunya untuk melampiaskannya. Amarah dapat tampil dalam bentuk beragam dengan pola yang semuanya berifat destruktif: mengamuk, beringas, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, berang, tersinggung, bermusuhan, hingga tingkat ekstremnya kekerasan dan kebencian patologis.
komentar | | Read More...

Undangan Upgrading Pengurus LSI Psikologi Unnes

Penulis : LSI Crew on Sabtu, 05 April 2014 | Sabtu, April 05, 2014

Sabtu, 05 April 2014

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Diberitahukan kepada semua pengurus LSI Psikologi Unnes 2014, Upgrading pengurus bertema "Menjadi Cerdas dengan Jalan Rosulullah" akan diadakan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 12 April 2014
Pukul : 06.30-10.30
Tempat : Halaman depan Rektorat Unnes
Acara ini bertujuan untuk mensolitkan satu sama lain antar pengurus dan diharapkan semua pengurus LSI Psikologi Unnes dapat menghadiri acara tersebut. Info lebih lanjut akan diberitahukan segera.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Sekian dan Trimakasih.

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.



Departemen PSDM LSI Psikologi Unnes 2014
komentar | | Read More...

Psikologi Islami Misi Membawa Rahmat

Penulis : LSI Crew on Kamis, 03 April 2014 | Kamis, April 03, 2014

Kamis, 03 April 2014



         Psikologi islam mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 2000, dimana psikologi Positif & Psikologi Religius sudah Berkembang pesat di Barat. Sejak tahun1984 WHO sudah menambahkan lagi aspek Kesehatan Manusia menurut WHO menjadi empat, yaitu Neurobiologi, Psikologi, Sosiologi dan Religius (Bio-Psiko-Sosio-Religius). Seiring berjalanya waktu Barat mulai mengembangkan Psikoreligius, sehingga pada tahun 1994 oleh APA(American Psychology Asociation).
         “Medis Tanpa Psikoreligius tidaklah lengkap, tapi Psikoreligius saja tanpa medis tidaklah efektif”(Sneyderman) Ini menjadikan prof. Dr. Dadang Hawari  psikiater menggunakan aspek Psikolreligius sebagai pendekatan dalam mengobati pasienya. Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S Yunus ; 57)
Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa Patologi dalam kejiwaan manusia Al-Quranlah penyembuh segala sesuatu yang tersembunyi dalam dada (Emosi) manusia dengan Firman Allah SWT. Karena manusia pada hakekatnya dekat dengan Allah jaraknya sedekat nadi di leher.
          Sejak runtuhnya peradaban emas islam di Mesir saat kaum cendekiawan muslim menghasilkan karya dan penemuan yang berkontribusi dalam kemajuan ilmu pengetahuan saat ini. Meski dulu sudah redup, Sekarang kitalah sebagai kaum ilmuwan muslim di dunia mulai menghimpun dalam mengislamisasi ilmu dengan berdasar Al-Quran dan As- Sunah shahih sebagai petunjuk bagi umat islam. Kita sebagai Pemuda Muslim harusnya turut berkontribusi dengan menyumbangkan berbagai karya, dan tidak serta merta menelan mentah ilmu barat begitu saja, karena mereka hanya berdasarkan hasil renungan, maupun filosof barat yang tidak pernah berdasarkan kedua pegangan kita.
         Munculnya Psikologi Islam di Universitas Islam Abad membawa cahaya baru bagi ilmuwan psikologi, dengan pidato dari Al Faruqi dimana memberikan cendekia muslim untuk mengislamisasi ilmu. Dimana menurut Jamaludin Anchok; (1) Psikologi akan membantu menyelesaikan permassalahan umat islam (2) dan islam akan mengasah ilmu psikologi. Jadi Islam tidak serta merta disekulerkan, melainkan Psikologi dan islam berdampingan dalam menyelesaikan permasalahan Patologi Sosial, maupun lainya. Islam Adalah Rahmat bagi seluruh Alam. Islam adalah segala solusi dalm kehidupan kita Karena sebagian besar manusia adalah makhluk yang beragama, Jadi logis mejadikan psikologi berdampingan denga Islam.

Daftar Pustaka:
Hawari, Dadang. 2003. Dimensi Religi dalam Psikiater dan Psikolog. Jakarta: UI Press
Anchok, Jamaluddin. 2011. Psikologi Islami. Jogjakarta: Pustaka Pelajar


 

komentar | | Read More...

kalender

Popular posts

Blogroll

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger