[Luqman: 16-17]
Bagi orangtua, mendidik anaknya agar patuh kepada Allah adalah hal yang penting. Bagaimana menumbuhkan keimanan pada anak? Bagaimana menumbuhkan perasaan bahwa Allah selalu mengawasinya sehingga ia pun berakhlak baik? Luqman, salah seorang yang namanya diabadikan dalam Al Quran telah mencontohkan bagaimana memberikan nasehat secara bijak pada anak agar keimanan tumbuh dihatinya. Tidak hanya memperhatikan tujuan syari saja, namun juga tetap memperhatikan psikis anak agar anak bisa menerima nasehatnya. Jadi, bagaimanakah tekhnik memberi nasehat ala Luqman?
1. Menegaskan perasaan sayang
Sebelum memberikan nasehat kepada anaknya, Luqman berkata pada anaknya “yaa bunayya,” yang berarti “anakku sayang,” yaitu panggilan yang menandakan seorang ayah menyayangi anaknya. Hal ini dilakukan karena tidak secara otomatis anak mengasumsikan seorang ayah menyayanginya. Ketika ayah menasehatinya, seringkali anak mengasumsikan “ayah marah pada saya.”
Kata ini, juga dimaksudkan menumbukan kelekatan antara orang tua dengan anak. Dalam psikologi disebut juga dengan istilah “attachment”, atau bisa juga diartikan sebagai ikatan emosi atau kehangatan. Kehangatan adalah sesuatu yang sangat penting dalam pendidikan anak. Anak yang mendapatkan kasih sayang dan dekat dengan orang taunya sejak dini akan tumbuh menjadi anak yang sehat jiwanya. Selain itu, kata ini juga dimaksudkan untuk menmbuhkan perasaan aman, nyaman, dan percaya pada orang tuanya.
2. Mengajak berpikir dengan mengimajinasikan
Setelah mangatakan bahwa Luqman menyayangi anaknya, barulah ia memberikan nasehat. Luqman mengawalinya dengan mengajak anaknya berfikir tentang sebuah biji sawi yang amat kecil. Biji sawi itu berada dalam sebuah batu, dan batu itu berada di suatu tempat di alam semesta, bisa di bumi, atau di langit, atau di planet lain. Bayangkan, bagaimana sulitnya mencari sebuah biji sawi yang berada di dalam batu, sementara batu itu ada di alam semesta. Bahkan meskipun Luqman meminta anaknya mencarinya di bumi, hal ini masih sangat sulit untuk mencari sebuah batu diantara milyaran batu yang ada di bumi, belum lagi untuk memecahnya satu persatu untuk mencari sebuah biji sawi. Jangankan sebuah biji sawi yang tersembunyi dalam sebuah batu, kita lihat di media, mencari pesawat hilang saja kita masih kesulitan untuk menemukannya.
Dalam kisah ini, yang sedang Luqman ceritakan adalah sebuah rahasia tentang sebuah biji sawi. Rahasia yang sangat tersembunyi. Sulit ditemukan. Bahkan meskipun kita hanya mengimajinasikannya, rasanya mustahil untuk menemukannya. Dalam surat ini, dijelaskan bahwa Allah mengetahui biji sawi yang letaknya sangat rahasia, sulit ditemukan, dan sangat tersembunyi. Luqman mengajak anaknya berfikir tentang sebuah biji sawi sedemikian rupa, agar anak membayangkan seperti itulah Allah mengawasi perilakunya.
Penggambaran seperti ini, tidak hanya cocok bagi orang dewasa yang sudah mampu berfikir abstrak, namun juga cocok bagi anak-anak usia tujuh tahunan yang masih dalam tahapan berfikir secara operasional konkret. Pada tahapan ini, anak belum bisa berfikir secara abstrak sebagaimana orang dewasa, ia baru bisa berfikir secara konkret, hanya tentang objek-objek yang dilihatnya dan dikenalnya. Luqman menjelaskan perumpamaan bagaimana Allah mengawasi perbuatan kita dengan perumpamaan biji sawi yang berada dalam sebuah batu. Allah juga akan membalas perbuatan kita meskipun hanya perbuatan sekecil biji sawi yang tersembunyi dalam batu di antara milyaran batu di alam semesta. Sehingga, Luqman tidak hanya mengatakan bahwa Allah Mahateliti tapi juga mengetahui segalanya.
3. Mendirikan solat
Dengan memberikan gambaran seperti di atas, sang anak akan memiliki gambaran seperti apa Allah mengawasinya. Tidak hanya sekedar menasehati, “anakku, ketahuilah bahwa Allah mengawasimu,” lalu sang anak berkata “ya, aku tahu Allah mengawasiku,” tanpa benar-benar mengerti seperti apa pengawasan Allah. Setelah memberikan gambaran Allah selalu mengawasinya, barulah Luqman memberikan nasehat kepada anaknya.
“wahai anakku, dirikanlah solat”. Luqman tidak mengatakan kerjakanlah solat, melainkan “dirikanlah solat”. Artinya mendirikan disini adalah untuk menegakkan sesuatu, perumpamaannya seperti sebuah rumah, barang-barang yang ada di dalamnya dapat dipindahka. Tapi pilar dari sebuah bangunan tidak boleh dipindah-pindah. Sehingga jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mengubah jadwal bertemu dengan dokter, rapat, makan siang, makan malam, tapi jadwal solat tidak boleh diubah. Solat memiliki titiknya sendiri, sebagaimana pilar sebuah bangunan.
4. Beramarma’ruf nahi munkar
Saat anaknya mendirikan solat, artinya ia disiplin mengerjakan solat tepat pada waktunya. Lama kelamaan hal tersebut akan mempengaruhi kepribadiannya. Ia akan mulai berfikir jika Allah akan menemukan benih yang sangat tersembunyi dan membalasnya di hari akhir, artinya Allah akan membalas kebenaran dan kebaikan sekecil apapun pada hari pembalasan. Hal sekecil apapun tidak akan lolos di hari pembalasan. Kemudian seorang muslim akan sangat memikirkan tentang kebenaran. Ia akan mengingat bahwa kebenaran sekecil apapun akan dibawa di hari pembalasan, sehiangga ia berusaha memastikan bahwa dirinya dan orang yang disayanginya selalu melakukan perbuatan yang benar.
Konsekuensi dari solat adalah mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika ia melakukan suatu kesalahan, atau melihat suatu kekeliruan disekitarnya ia akan berkata “seharusnya tidak seperti ini.” Perumpamaan diayat sebelumnya adalah tentang benih atau biji sawi. Solat diibaratkan sebagai benih dari sebuah tumbuhan, dan mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah buahnya.
5. Bersabar
Setelah Luqman measehati anaknya untuk beramar ma’ruf nahi munkar, Luqman menasehati anaknya untuk bersabar. “Bersabarlah atas apa yang menimpamu” karena kebenaran terkadang membuat orang lain menjadi tidak menyukai orang yang menyerukannya. Sehingga nasihat disini adalah bersiaplah untuk senantiasa bersabar menghadapi segala masalah saat menyerukan kebenaran dan mencegah kejahatan. Ayat ini menjelaskan tentang perputaran. Saat kita ditimpa masalah sebagai konsekuensi dari menyerukan kebenaran, kita perlahan-lahan akan lelah untuk mempertahankan kesabaran. Kemudian kita solat dengan sungguh-sungguh meminta kekuatan kepada Alloh, kekuatan itu kembali sehingga kita bisa menyerukan kebenaran dan bersabar kembali, saat kita kembali lelah, waktu solat tiba, kuat lagi, berseru lagi, sabar lagi, begitu seterusnya.
Begitulah nasehat bijak Luqman kepada anaknya, ia menegaskan bahwa ia menyayangi anaknya agar tumbuh perasaan hangat dan percaya dalam hubungan orangtua-anak. Kemudian ia mulai menggambarkan bagaimana Allah selalu mengawasi dan membalas perbuatan kita dengan perumpamaan sebuah benih yang tersembunyi dalam sebuah batu di alam semesta ini. Penggambaran seperti ini cocok bagi anak yang masih berada pada tahap operasional konkret (berfikir secara konkret), dan juga bagi anak usia 11 tahunan atau remaja juga orang dewasa yang sudah berada dalam tahapan operasional formal (kemampuan berfikir secara abstrak). Barulah kemudian Luqman menasehati anaknya untuk solat, beramar ma’ruf nahi munkar, dan bersabar.
Amatullah Sibghotul Iezzah, Tim Psikologi SD 01 Al Irsyad Purwokerto
Alumni Psikologi UNNES 2015
Ma’roji’:
Anik Media Words, Nouman Ali Khan https://www.youtube.com/watch?v=bVUXEv-v7lQ
Posting Komentar